Biografi Sidharta Gautama: Lahir, Hidup, dan Wafat sebagai Buddha
Sidharta Gautama adalah seorang guru spiritual dan pendiri agama Buddha.
Menurut tradisi Buddhis, Siddharta Gautama lahir pada tanggal 8 bulan 4 Imlik, yang biasanya jatuh pada bulan April atau Mei dalam kalender Gregorian. Tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti, tetapi sebagian sejarawan modern memperkirakan antara tahun 623 SM atau 480 SM. Ia lahir di Lumbini, sebuah taman di perbatasan antara India dan Nepal. Ia adalah putra dari Raja Suddhodana dan Ratu Maya dari klan Shakya, sebuah kelompok bangsawan.
Nama Sidharta berarti “orang yang mencapai cita-citanya” dalam bahasa Sanskerta. Nama Gautama berasal dari nama leluhur yang merupakan guru terkenal. Ia juga dikenal sebagai Sakyamuni, yang berarti “orang bijak dari kaum Sakya”
Sidharta tumbuh sebagai seorang pangeran yang cerdas dan berbakat, tetapi juga terlindung dari penderitaan dunia. Ia memiliki tiga istana, tiga kolam bunga teratai, dan seorang istri bernama Yasodhara. Ia juga memiliki seorang anak laki-laki bernama Rahula.
Pada usia 29 tahun, Sidharta mengalami empat hal yang mengubah hidupnya. Ia melihat seorang tua, seorang sakit, seorang mayat, dan seorang pertapa. Ia menyadari bahwa semua makhluk hidup akan mengalami penuaan, penyakit, kematian, dan penderitaan. Ia juga merasa bahwa ada sesuatu yang lebih tinggi dari kesenangan duniawi, yaitu pencarian kebenaran spiritual.
Sidharta meninggalkan istana dan keluarganya untuk menjadi seorang pertapa pengembara. Ia belajar dari berbagai guru, tetapi tidak puas dengan ajaran mereka. Ia juga melakukan praktik askeis yang keras, tetapi tidak menemukan kedamaian batin. Ia akhirnya memutuskan untuk mencari jalan tengah antara kemewahan dan kemiskinan, antara kenikmatan dan penyiksaan.
Pada usia 35 tahun, Sidharta mencapai pencerahan atau kebuddhaan di bawah pohon bodhi di Bodh Gaya. Ia memahami empat kebenaran mulia, yaitu kebenaran tentang penderitaan, penyebab penderitaan, penghentian penderitaan, dan jalan menuju penghentian penderitaan. Ia juga memahami hukum sebab akibat atau karma, dan siklus kelahiran kembali atau samsara. Ia menjadi seorang Buddha, yang berarti “orang yang terbangun” atau “orang yang mengetahui”
Sidharta kemudian mengembara di dataran Gangga yang lebih rendah, mengajar dan membangun sebuah ordo monastik yang disebut sangha. Ia menyebarkan ajarannya yang disebut dhamma atau dharma, yang berarti “hukum” atau “ajaran”. Ia mengajarkan jalan utama berunsur delapan, yaitu pandangan benar, niat benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar. Ia juga mengajarkan etika Buddhis, yang didasarkan pada lima sila, yaitu tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berzina, tidak berbohong, dan tidak minum-minuman keras. Ia juga mengajarkan meditasi, yang bertujuan untuk membersihkan pikiran dari kekotoran dan mengembangkan kebijaksanaan124
Sidharta wafat pada usia 80 tahun di Kushinagar, sebuah kota di India utara. Ia mencapai parinibbana atau parinirvana, yaitu keadaan akhir dari kebebasan dari samsara. Ia meninggalkan warisan yang berharga bagi umat manusia, yaitu ajaran Buddha yang masih hidup hingga sekarang.