Memahami Cara Berpikir Putin: Rahasia Di Balik Kekuasaan Panjang Pemimpin Rusia
Vladimir Putin telah mendominasi politik Rusia selama lebih dari dua dekade, memenangkan pemilihan presiden untuk kelima kalinya pada Maret 2024 dengan perolehan suara mencapai 87%. Kekuasaan panjang Putin hanya kalah beberapa tahun dari Joseph Stalin, dan dengan sedikit keberuntungan, ia bahkan dapat melampaui rekor tersebut. Bagaimana seorang mantan agen KGB yang relatif tidak dikenal bisa membangun imperium politik yang begitu kuat dan tahan lama? Artikel ini akan mengupas strategi dan taktik Putin dalam membangun, memperkuat, dan mempertahankan cengkeramannya atas Rusia.
Awal Karir: Dari Agen KGB ke Puncak Kremlin
Masa KGB dan Pengalaman di Jerman Timur
Vladimir Putin memulai karirnya sebagai pegawai intelijen KGB setelah lulus kuliah hukum di Leningrad State University pada tahun 1975. Dalam organisasi intelijen Soviet tersebut, Putin bertugas di bidang kontra intelijen dan pemantauan warga negara asing. Setelah pelatihan di Andropov Red Banner Institute di Moskow, Putin ditugaskan ke Dresden, Jerman Timur, dari tahun 1985 hingga 1990.
Pengalaman Putin di Jerman Timur membentuk dua kesan kuat dalam pemikirannya:
- Ketakutan pada pemberontakan massal, setelah menyaksikan protes besar yang berujung pada runtuhnya Tembok Berlin
- Kemuakan pada kekosongan kekuasaan di Moskow saat Uni Soviet runtuh
Dalam bukunya "First Person", Putin menceritakan pengalamannya saat demonstrasi besar di Dresden, dimana ia meminta bantuan dari Moskow namun tidak mendapatkan respons dari pemerintahan Gorbachev. Pengalaman ini membentuk pandangan politik Putin di masa depan.
Awal Karir Politik
Setelah mengundurkan diri dari KGB pada tahun 1991, Putin memulai karir politiknya sebagai penasehat Walikota St. Petersburg, Anatoly Sobchak, dalam bidang hubungan internasional hingga tahun 1996. Karirnya terus menanjak saat ia pindah ke Moskow dan bekerja di Kremlin dalam berbagai posisi, hingga akhirnya ditunjuk sebagai Direktur Federal Security Service (FSB), badan intelijen penerus KGB.
Titik balik karir Putin terjadi pada Agustus 1999, ketika Presiden Boris Yeltsin secara mengejutkan mengangkatnya sebagai Perdana Menteri. Ketika Yeltsin mendadak mengundurkan diri pada malam tahun baru 2000, Putin secara otomatis menjadi Presiden sementara sesuai konstitusi Rusia.
Strategi Membangun Kekuasaan
Kontrol Terhadap Media
Salah satu langkah pertama Putin setelah berkuasa adalah mengambil alih kendali media. Hanya tiga bulan setelah menjabat, stasiun televisi independen NTV ditutup, berbagai media disergap, dan laporan berita mulai disortir ketat oleh pemerintah.
Mengambil alih kendali media memberikan dua manfaat utama bagi Putin:
- Menyingkirkan kritikus berpengaruh dari posisi mereka
- Membentuk narasi tentang berbagai isu, dari perang Chechnya hingga serangan teror di Moskow
Hasilnya, dari sekitar 3.000 stasiun televisi di Rusia, mayoritas menghindari menyiarkan berita yang tidak pro-pemerintah. Masyarakat Rusia, terutama di daerah pelosok, hanya menyaksikan versi Putin yang ingin mereka saksikan.
Pengelolaan Oligarki
Putin menyadari bahwa kekuatan politik perlu dibangun dengan dukungan dari berbagai pihak, terutama para oligarki yang memiliki pengaruh signifikan di Rusia. Berbeda dengan pendahulunya Yeltsin yang memberikan "karpet merah" kepada para pengusaha, Putin menetapkan batasan yang jelas.
Putin menegaskan kepada para oligarki: jangan masuk ke politik dan mengusik kekuasaannya, dan sebagai imbalannya, pemerintah akan membiarkan mereka mengurus bisnis mereka. Namun, ketika beberapa oligarki seperti Boris Berezovsky, Vladimir Gusinsky, dan Mikhail Khodorkovsky mulai vokal mengkritik kebijakan Putin, mereka segera merasakan konsekuensinya.
Setidaknya ada tiga kelompok oligarki yang memiliki hubungan dengan Putin:
- Lingkaran utama Putin - mayoritas berasal dari St. Petersburg
- Para elit intelijen, polisi, dan militer (Siloviki)
- Oligarki yang tidak memiliki relasi pribadi dengan Putin
Hubungan dengan Kelompok Mafia
Putin juga merawat hubungan dengan kelompok mafia di Rusia melalui pola timbal balik. Para mafia dibiarkan berbisnis gelap seperti perjudian dan pencucian uang, dan sebagai balasannya, Putin dapat memanfaatkan mereka untuk "kerja-kerja kotor."
Salah satu contohnya adalah kasus pencucian uang sebesar jutaan Euro via real estate di Spanyol oleh 18 warga Rusia pada Februari 2018, dimana nama Vladislav Reznik, loyalis Putin, tercatat. Melalui Reznik, Putin membangun hubungan dengan kelompok mafia di Rusia.
Taktik Meredam Oposisi
Penyingkiran Lawan Politik
Selama berkuasa, Putin telah menyingkirkan berbagai lawan politiknya dengan berbagai cara. Beberapa kasus terkenal meliputi:
- Anna Politkovskaya, reporter investigasi yang meliput perang Chechnya, ditemukan tertembak di apartemennya pada Oktober 2006
- Alexander Litvinenko, mantan anggota KGB, meninggal karena racun polonium-210 pada November 2006
- Boris Nemtsov, pemimpin oposisi dan calon presiden, ditembak di jembatan dekat Kremlin pada Februari 2015
- Sergei Skripal dan putrinya diracun pada Maret 2018
- Yevgeny Prigozhin, pemimpin kelompok Wagner, meninggal dalam kecelakaan pesawat setelah upaya pemberontakan
Selain pembunuhan dan percobaan pembunuhan, Putin juga menggunakan taktik hukum untuk memenjarakan kritikus seperti Alexei Navalny, yang divonis 5 tahun penjara dengan tuduhan penggelapan uang.
Undang-Undang yang Membungkam Kritik
Putin juga membuat undang-undang yang dapat memenjarakan warga yang dianggap "berperilaku ekstremis." Ia mengontrol dunia cyber dan media massa, serta sering merekayasa pengadilan untuk menghadapi lawan politiknya dengan tuduhan seperti penggelapan anggaran atau penghindaran pajak.
Taktik propaganda yang sering digunakan adalah menyebut oposisi sebagai "pengkhianat negara," yang efektif dalam mengubah persepsi publik terhadap gerakan oposisi menjadi antipati.
Perpanjangan Kekuasaan Melalui Manipulasi Konstitusi
Drama Pertukaran Kekuasaan dengan Medvedev
Saat konstitusi Rusia melarang seseorang menjadi presiden untuk tiga periode berturut-turut, Putin menemukan jalan keluar. Pada 2008, ia mendukung Dmitri Medvedev sebagai penggantinya, dan segera setelah Medvedev dilantik, Putin ditunjuk sebagai Perdana Menteri.
Lima bulan setelah Medvedev menjabat, ia mengajukan perubahan konstitusi untuk memperpanjang masa jabatan presiden dari 4 tahun menjadi 6 tahun. Perubahan ini tidak berlaku untuk masa jabatan Medvedev, tetapi untuk Putin yang kembali sebagai presiden pada 2012.
Amandemen Konstitusi 2020
Pada Januari 2020, Putin menggagas referendum untuk mengamandemen konstitusi, yang memungkinkannya kembali ikut pemilu dan menjadi presiden pada 2024. Untuk memastikan dukungan publik, Putin melakukan berbagai strategi:
- Menekankan keutamaan hukum Rusia atas norma internasional
- Melarang pernikahan sesama jenis
- Menyebutkan kepercayaan pada Tuhan sebagai nilai inti
- Menawarkan hadiah bagi pemilih
- Memanfaatkan pandemi COVID-19 untuk melonggarkan aturan pemungutan suara
Hasilnya, hampir 78% pemilih menyetujui amandemen konstitusi tersebut, memberi legitimasi publik pada perubahan yang sebenarnya sudah disahkan parlemen.
Ekspansi dan Politik Luar Negeri
Kebangkitan Konsep "Kolektor Tanah-Tanah Rusia"
Putin telah membangkitkan pemikiran lama "kolektor tanah-tanah Rusia," sebuah konsep feodal yang membenarkan kebijakan ekspansi. Ini menjelaskan mengapa Krimea dan negara-negara di sekitar Rusia begitu penting bagi Putin.
Selama bertahun-tahun, Putin mempraktikkan ekspansi politik Rusia di wilayah terdekat, termasuk:
- Konflik Georgia pada 2008
- Aneksasi Krimea pada 2014
- Intervensi di Suriah
- Invasi Ukraina
Pemanfaatan Kelemahan Barat
Putin mampu memanfaatkan kelemahan negara-negara Barat dalam urusan politik luar negeri. Intervensi Rusia di Suriah, misalnya, memberikan keuntungan berlipat:
- Memastikan tidak ada negara yang mengendalikan penuh wilayah vital di Timur Tengah
- Menguji persenjataan baru dan taktik militer
- Memberikan pesan kuat kepada sekutu lama Rusia
Saat invasi ke Ukraina mendapat sanksi berupa embargo dari Eropa, alih-alih menyusut, ekonomi Rusia justru meningkat 2,6% menurut perkiraan IMF. Putin berhasil mengubah narasi bahwa Rusia tidak lagi berperang melawan Ukraina, tetapi melawan Barat, yang membuat banyak warga Rusia merasa bangga.
Mentalitas dan Filsafat Politik Putin
Pembelajaran dari Sejarah Rusia
Putin berupaya menghindari kesalahan "perestroika" atau restrukturisasi politik yang menurut pandangannya menghancurkan Uni Soviet. Ia takut bahwa ketika tidak berkuasa, ia akan mengantarkan Rusia pada perestroika kedua yang akan menghancurkan negara tersebut.
Berbeda dengan kaum komunis ortodoks, Putin tidak percaya bahwa Gorbachev sengaja menjatuhkan Uni Soviet. Sebaliknya, ia berpandangan bahwa Gorbachev gagal melindungi lembaga-lembaga inti negara dengan baik ketika krisis terjadi.
Pelajaran Judo dalam Politik
Arjen Sten, mantan perwira intelijen nasional untuk Rusia, mengatakan bahwa Putin mengambil pelajaran dari Judo, olahraga bela diri favoritnya, ke dalam arena politik: "Bahkan jika Anda secara fisik lebih lemah dari lawan, Anda dapat mengambil keuntungan dari gangguan, kelemahan mereka sendiri, dan bergerak sementara mereka tidak memperhatikan."
Strategi ini terlihat dalam cara Putin mengambil kesempatan saat lawan lengah, seperti saat kevakuman kekuasaan di Ukraina pada 2014 yang memberinya celah untuk mengambil alih Krimea.
Tantangan Masa Depan Putin
Dilema Suksesi
Putin menghadapi dilema suksesi: menyerahkan kekuasaan kepada penerus yang sepenuhnya berada di bawah kendalinya, atau tetap berkuasa sendiri. Berdasarkan pengalamannya dengan Medvedev antara 2008-2012, Putin menyadari bahaya dalam menyerahkan kekuasaan, sekalipun kepada orang yang ia percaya.
Penyerahan kekuasaan kepada Medvedev telah menciptakan situasi "dvoyevlastiye" atau kekuasaan ganda di puncak, yang berpotensi memecah elit Rusia menjadi dua kubu. Lebih berbahaya lagi, Medvedev diperhatikan oleh Barat sebagai alternatif yang lebih progresif dibandingkan Putin.
Sistem yang Menua
Sistem politik Rusia saat ini sangat bergantung pada satu orang: Vladimir Putin. Seiring bertambahnya usia Putin, sistem ini juga ikut menua. Satu hal yang tidak bisa dihindari Putin adalah kematian, dan ketika itu terjadi, sistem yang terstabilitas pada satu orang tidak akan bertahan lama. Saat kekuasaan Putin dihentikan oleh ajalnya, legitimasi dan warisan kekuasaannya juga akan berakhir.
Kesimpulan
Vladimir Putin telah menunjukkan dirinya sebagai pemimpin yang luar biasa tangguh dan cerdik dalam mempertahankan kekuasaannya di Rusia. Melalui kontrol ketat terhadap media, pengelolaan oligarki, penyingkiran oposisi, manipulasi konstitusi, dan politik luar negeri yang agresif, Putin telah menciptakan sistem politik yang berpusat pada dirinya.
Namun, seperti semua sistem yang bergantung pada satu individu, kekuasaan Putin memiliki batasan waktu. Ketika akhirnya ia harus melepaskan kendali, baik karena pilihan atau keterpaksaan, Rusia akan menghadapi masa transisi yang penuh ketidakpastian.
Memahami cara berpikir Putin tidak hanya membantu kita memahami politik Rusia saat ini, tetapi juga memberikan wawasan tentang bagaimana kekuasaan otoriter dibangun dan dipertahankan di era modern.
Apakah Anda tertarik dengan topik kepemimpinan politik dan sejarah Rusia? Bagikan pendapat Anda di kolom komentar di bawah dan jangan lupa untuk membagikan artikel ini kepada teman atau kolega yang mungkin tertarik!